CV-GEN News

Pendeta Wanita Indonesia Harmonisasikan Gereja Jerman

Pendeta wanita asal Indonesia ini memiliki nama lengkap Dr. Aguswati Hildebrandt Rambe dan biasanya dipanggil Ati. Ia lahir di Kendari, Sulawesi Tenggara dan telah tinggal di Jerman selama kurang lebih 20 tahun.

Awal mulanya, ia berkuliah S1 di Swiss jurusan Teologi dengan beasiswa. Kebetulan juga ia berkenalan akrab dengan pria berkebangsaan Jerman, yang berkuliah di tempat dan jurusan yang sama hingga lulus. Sampai kemudian, mereka memutuskan untuk menikah beberapa saat setelah Ati kembali ke Indonesia untuk bekerja sebagai pendeta, dan melakukan pernikahannya di Indonesia.

Setelah menikah, Ati ikut suaminya ke Jerman. Suaminya bekerja sebagai pendeta di gereja-gereja Jerman. Tak hanya itu, Ati juga melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi guna memperoleh pekerjaan yang lebih kayak bagi seorang migran, yaitu S2 jurusan ilmu agama dan ilmu Islam. Setelah lulus, ia bekerja di Indonesia bersama suaminya sebagai dosen. Itu merupakan tugas dari badan misi di Stuttgart, sekitar tujuh tahun lamanya. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan lagi di Jerman, mengambil S3 sampai mendapatkan gelar doktor.

Baca Juga : MoU, “SHB” Jembatani Kerjasama Universitas di Indonesia dengan Jerman

Tujuan Ati Sebagai Pendeta Wanita Indonesia di Jerman

Di Jerman, ada dua jenis gereja, yaitu gereja migran dan gereja Jerman. Ia memulai tugasnya bersama sang suami di tahun 2013 di negara bagian Bayern. Tugas tersebut diberikan oleh EKD (Evangelische Kirche in Deutschland), sebuah organisasi Gereja Protestan Jerman. Tujuannya adalah untuk menjalin hubungan dan kerjasama antara semua gereja tersebut. Ia dan suaminya sangat mendukung penuh agar gereja Jerman lebih terbuka untuk para imigran. Jadi, bukan hanya untuk warga asli Jerman saja.

Kemudian, Ati berharap kepada gereja, untuk tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Jerman. Hal tersebut karena para migran berasal dari berbagai negara. Ia ingin agar di setiap kegiatan gereja, diselipkan salah satu bahasa dari negara asal para migran itu. Begitupula dengan mereka yang belum mahir berbahasa Jerman. Mereka akan sangat dihargai kedatangannya di gereja, agar mereka merasa nyaman seperti di kampung halamannya sendiri.

Layanan konseling oleh pastoral juga tersedia untuk membantu para jemaat Jerman maupun imigran. Berbagai masalah ia dan suaminya berusaha untuk mengatasinya dengan baik. Mulai dari masalah spiritual hingga hukum. Biasanya, cara mereka mengatasinya yaitu dengan membantu meringankan tekanan psikologis seseorang atau menyalurkannya ke orang yang ahli dalam bidangnya.

Ada tugas lainnya juga, yaitu mendampingi dan memberikan pelatihan bagi pendeta-pendeta lain. Seperti, memberikan seminar dan intercultural training. Walaupun awalnya ia merasa keberatan, namun akhirnya ia mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Hingga gerejanya mulai terbuka bagi para imigran, sedikit demi sedikit.

Ia senang dengan orang-orang yang tinggal di Jerman. Karena mayoritas saat dikritik, mereka mau mendengar dengan baik. Berbeda dengan orang Indonesia yang saat sudah marah, berarti sudah tersinggung.

Pelajaran Hidup Saat di Jerman

Sudah lama ia di Jerman, berarti sudah lama pula ia memperoleh banyak pengalaman dan pelajaran. Sala satunya, tentang kepedulian sosial orang Jerman yang sangat tinggi. Di Jerman, ia belajar tentang rasa kemanusiaan terhadap orang-orang yang berbeda, entah itu bangsa, ras, suku, dan agama.

Para jemaat di gereja Jerman, ternyata tidak hanya melakukan ritual ibadah di gereja saja. Tapi, mereka juga melakukan aktivitas lain, seperti membantu masalah-masalah imigran saat di Jerman, contohnya membuat kafe khusus imigran. Kemudian, membantu melayani di beberapa panti jompo dan panti asuhan di Jerman.

Ati benar-benar sangat berharap, bahwa ia ingin membawa kedamaian bagi para imigran, terutama bagi imigran dari Ukraina dan Iran.